SAHAM.NEWS, JAKARTA – Sebanyak 20 negara dan 2 wilayah Amerika Serikat telah bergabung dengan aliansi global untuk menghentikan penggunaan batu bara dalam pembangkit listrik. Aliansi yang diberi nama Powering Past Coal Alliance itu menargetkan peniadaan batu bara minimal sebelum tahun 2030.
Asal tau saja, Powering Past Coal Alliance dibentuk beberapa hari setelah presentasi pro-batubara yang di sampaikan oleh Pemerintahan Amerika Serikat pada tahun ini. Dalam presentasi tersebut, pejabat Pemerintah AS dan perusahaan energi AS mempromosikan penggunaan bahan bakar fosil dan tenaga nuklir.
Sampai saat ini, Powering Past Coal Alliance telah menggandeng total 20 negara termasuk Inggris, Kanada, Denmark, Finlandia, Italia, Paris, Belanda, Portugal, Belgia, Switzerland, Selandia Baru, Ethiopia, Meksiko, Kosta Rika, El Salvador, Fiji, Luxembourg, Niue, Angola dan Kepulauan Marshall. Amerika Serikat yang merupakan salah satu negara pengkonsumsi batu bara tertinggi belum bergabung dalam aliansi itu, namun dua wilayahnya yaitu Washington dan Oregon telah mendaftarkan diri. Negara lain dengan tingkat konsumsi batu bara yang tinggi seperti China, Jerman dan Rusia, juga belum menyatakan keikutsertaannya. Sementara Australia tidak bergeming, lain seperti negara tertangga terdekatnya, Selandia Baru yang telah bergabung.
Jelang puncak konferensi iklim PBB tahun 2018 mendatang di Katowice Polandia, Powering Past Coal Alliance menargetkan untuk menggandeng lebih banyak negara dengan total hingga 50 negara.
Berdasarkan penelitian, batubara bertanggung jawab atas lebih dari 40% emisi global karbon dioksida gas rumah kaca. Terdapat hampir satu juta kematian per tahun di dunia yang disebabkan dari polusi akibat pembakaran batubara. Tidak hanya biaya kemanusiaan yang harus dibayar, batu bara juga mengeluarkan biaya ekonomi yang sangat besar dengan jumlah hingga miliaran dollar per tahun.
Aksi tolak batu bara telah dimulai sejak penandatanganan Perjanjian Iklim Paris pada tahun 2015 yang lalu. Pada perhelatan tersebut, sebanyak 187 negara, termasuk Amerika Serikat, berkomitmen untuk menjaga suhu bumi agar tetap berada dibawah 1,5 derajat celcius dan tidak melebihi 2 derajat celcius. Setelah perjanjian tersebut, beberapa negara bahkan telah merancang perencanaan untuk meniadakan batu bara dari campuran pembangkit listrik negara mereka.
Namun, pada awal Juni 2017, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menarik Amerika Serikat dari perjanjian tersebut karena menilai keikut sertaannya akan memberikan gangguan terhadap pertumbuhan ekonomi AS yang selanjutnya akan berdampak pada lapangan kerja. Selain itu, Trump juga menyatakan bahwa perjanjian tersebut melemahkan kedaulatan negara AS sehingga dapat dimanfaatkan oleh negara lain.
Meskipun pemerintah Trump menarik diri dari Perjanjian Paris, Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk mengurangi gas rumah kaca. Departemen Kehakiman AS, Judith Garber mengatakan bahwa AS tetap terbuka terhadap kemungkinan untuk bergabung kembali dikemudian hari dengan persyaratan tertentu yang lebih menguntungkan rakyat Amerika.
Facebook Comments